BAB I
PENDAHULUAN
Pelaksanaan
pembangunan yang senantiasa dilaksanakan berakibat pada meningkatnya kebutuhan
akan konstruksi, seperti jalan dan jembatan, perumahan atau gedung. Dalam
bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan sering dipakai
adalah beton. Penggunaan beton merupakan pilihan utama karena beton merupakan
bahan dasar yang mudah dibentuk dengan harga yang relatif murah dibandingkan
dengan bahan konstruksi lainnya.
Semakin meluasnya penggunaan beton dan makin
meningkatnya skala pembangunan menunjukkan juga semakin banyak kebutuhan beton
di masa yang akan datang, sehingga mempengaruhi perkembangan teknologi beton
dimana akan menuntut inovasi-inovasi baru mengenai beton itu sendiri. Dalam
bidang rekayasa material, para ilmuan terus melakukan penelitian dan inovasi,
termasuk bahan bangunan terutama komponen struktur.
Kebutuhan akan penggunaan beton semakin lama semakin meningkat, hal ini sejalan dengan
meningkatnya jumlah populasi penduduk, dengan demikian kebutuhan akan bahan baku semen
dan material campuran lainnya seperti agregat kasar, agregat halus, serta bahan
tambahan lainnya akan meningkat pula.
Sebagai bahan pembuatan
beton, pemilihan akan bahan-bahan yang digunakan sangat penting terutama untuk
memperoleh mutu beton dengan sifat-sifat khusus yang diinginkan untuk tujuan
tertentu dengan cara yang paling ekonomis. Penggunaan bahan tersebut
dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan sifat yang
diinginkan. Bahan tambahan tersebut ditambahkan kedalam campuran beton atau
mortar, dan dengan adanya bahan tambahan ini diharapkan beton yang dihasilkan bisa lebih baik.
Maka dari
itu
pemanfaatan limbah bangunan ini sangat
perlu dilakukan. Limbah bangunan ini bisa menjadi alternatif pilihan bagi kita untuk dapat memanfaatkan limbah bangunan sebagai agregat
halus, pengganti
pasir.
Dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi mengenai hal
tersebut diatas maka penerapan konsep ilmu Teknik terutama Jurusan Sipil juga
perlu mengambil bagian-bagian dalam pemanfaatan dan pengolahan limbah yang
dihasilkan oleh bangunan,
biasanya hanya digunakan untuk timbunan yang semakin hari semakin
meningkat, dalam hal ini penulis mengambil satu bagian pemanfaatan limbah bangunan dengan melakukan
penilitian terhadap “Pemanfaatan limbah Bangunan Sebagai Pengganti Agregat Halus Dalam
Campuran Beton“
Di dalam alur
konstruksi sangat diperlukan beton yang memiliki kekuatan tekan yang baik,
elastisitas yang baik dan kekuatan yang tinggi sehingga sulit dikerjakan. Untuk
itu pemakaian limbah beton dapat dikembangkan dalam alur
konstruksi tersebut. Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan limbah bangunan tersebut pada beton sebagai subtitusi agregat halus
sehingga didapatkan beton yang lebih ekonomis.
Adapun rumusan masalah dari penelitian adalah:
a) Bagaimana
pengaruh penambahan sampel limbah bangunan ke dalam campuran beton.
b) Seberapa
besar nilai kuat tekan beton setelah aggregat halus diganti dengan limbah
bangunan.
Tujuan penelitian ini adalah :
a) Dilakukan
untuk memperbaiki sifat-sifat beton
sesuai dengan keinginan, sehingga diperoleh beton dengan mutu yang baik.
b) Memberikan
alternatif pengganti yang berasal dari limbah bangunan (beton)
c) Untuk
mengamati pengaruh penambahan agregat halus sebagai bahan pengganti terhadap kuat tekan beton dengan
FAS 0,5. Hasil dari
penilitian akan dibandingkan dengan kuat yang timbul pada beton yang
menggunakan agregat normal.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a) Pengujian
fisik dan mekanik pada beton setelah beton berumur pada 7,14,21 dan 28 hari.
b) Mutu
beton yang direncanakan K-225
c) Pengujian
penelitian hanya di lakukakan pada kuat tekan beton dengan sampel kubus ukuran
15x15x15 cm.
d)
Metode perancangan material
yang diteliti menggunakan metode ACI (American
Concrete Institute).
e) Bedasarkan syarat beton dengan kekuatan menengah
(moderate-Strength Concretes) dengan nilai masa jenis 800 – 1440 kg/m3 dengan
nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 Mpa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka bertujuan
untuk membentuk kerangka teori dan konsep dasar dalam menentukan metode
penyelesaian yang merupakan anggapan dasar rumus-rumus dan teori-teori yang
berhubungan dengan permasalahan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
2.1
BETON
Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan
kasar, dengan menambahkan semen yang berfungsi sebagai perekat bahan susun
beton dan air sebagai bahan pengikat pada reaksi kimia selama proses pengerasan
dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar disebut sebagai bahan
susunan kasar pencampuran merupakan komponen utama beton. Nilai kuat tekan serta daya
tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak factor, diantaranya fas dan mutu
bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran dan kondisi perawatannya. Jika
diperlukan, bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah
sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan.
Beton memiliki
kelebihan dan kekurangan
menurut (Tjokrodimuljo, 1996) antara lain
sebagai berikut :
Kelebihan Beton :
1.
Harganya
relatif murah.
2.
Mampu
memikul beban yang berat.
3.
Mudah
dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi, sehingga pekerjaan lebih ekonomis
karena beton dapat dicetak di lokasi konstruksi.
4.
Biaya pemeliharaan atau perawatannya
relatif kecil, dimana perawatannya
sendiri terbilang mudah.
5.
Material
campuran pembentuk beton mudah didapatkan dipasaran.
Kekurangan
Beton :
1.
Beton mempunyai kuat tarik yang rendah,
sehingga mudah retak. oleh karena itu perlu diberi baja tulangan.
2.
Beton kerap menyusut dan mengembang karena
adanya faktor perubahan suhu.
3.
Beton
sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air
dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
4.
Bentuk yang telah dibuat sulit untuk
diubah, karena beton yang sudah kering bersifat kaku dan proses pelaksanaan
pekerjaannya membutuhkan ketelitian yang tinggi.
Menurut Dobrowolski (Nely Wahyuni : 2010), pembagian beton
menurut penggunaan dan persyaratan dibagi tiga yaitu:
a.
Beton dengan berat jenis rendah
(Low Density Concretes) dengan nilai massa jenis 240 –
800 kg/m³ dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa.
b.
Beton dengan kekuatan menengah
(Moderate-Strength Concretes) dengan
nilai massa jenis 800 – 1440 kg/m³ dan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 MPa.
c.
Beton struktur (Structural Concrete) dengan nilai densitas
1440 – 1900 kg/m³ dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.
2.1.1. Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton
merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras, dan umumnya
dipertimbangkan dalam perencanaan campuran beton. Kuat tekan beton umur 28 hari
berkisar antara 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya
menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton
prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan keperluan struktur khusus,
beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa dan untuk memproduksi
beton kuat tinggi tersebut umumnya dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam
laboratorium (Dipohusodo, 1994). Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk
agregat, jumlah pemakaian semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton,
perawatan beton (curing), usia beton
ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton.
Kekuatan tekan
benda uji beton dihitung dengan rumus :
f’c = .............................................................................................(2.1)
dimana :
f’c = kekuatan tekan (kg/cm2),
P = Besar beban yang bekerja (kg),
A = Luas penampang benda uji (cm2).
Berdasarkan PBI 71 Bagian 3, Bab 4 Pekerjaaan Beton bahwa kekuatan tekan
beton pada berbagai umur benda uji adalah, seperti tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan Kekuatan pada berbagai
benda uji.
Benda Uji
|
Perbandingan Kekuatan Tekan
|
Kubus 15x15x15 cm
|
1.00
|
Kubus 20x20x20 cm
|
0.95
|
Silinder 15x30 cm
|
0.83
|
Sumber : Dipohusodo, 1994
2.1.2
Faktor Air Semen
Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan
betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu
semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini
karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan
demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan kuat
tekan beton maksimum. Duff dan Abrams (1919) meneliti hubungan antara faktor
air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji kubus yang dapat dilihat pada gambar 2.1.
Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya
setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara
pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia
tambahan (Chemical Admixture) yang
besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan. Hubungan
antara Faktor Air Semen (FAS) dengan kuat tekan beton secara umum dapat ditulis
dengan rumus yang diusulkan Duff Abrams (1919) dalam Samekto dan Rahmadiyanto
(2001), sebagai berikut :
.....................................................................................................(2.2)
dimana :
fas = faktor air semen
w = air
c = semen
|
Gambar 2.1 Hubungan antara Faktor
Air Semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya.
Sumber
:Teknologi Beton Ir. Tri Mulyono, M.T :43.
2.1.3
Umur Beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton.
Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu
beton mencapai umur 7, 14, 21 dan 28 hari. Kekuatan beton akan
naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya
tidak terlalu signifikan (Gambar 2.2). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari
mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.
Tabel 2.2 Perbandingan Kuat Tekan Beton Pada Berbagai Umur
Umur beton (hari)
|
3 7 14 21 28 90
365
|
Semen Portland biasa
|
0,40 0,65
0,88 0,95 1,00
1,20 1,35
|
Semen Portland dengan
kekuatan awal yang tinggi
|
0,55 0,75
0,90 0,95 1,00
1,15 1,20
|
(Sumber : PBBI 1971)
Gambar 2.2 Hubungan antara umur dan kuat tekan beton
Sumber Teknologi Beton Ir. Tri
Mulyono M.T : 35 (2004).
2.2
BAHAN PENYUSUN BETON
Material
penyusun pada beton terdiri dari semen,
agregat kasar, agregat halus, dan air. Semua bahan-bahan diatas mempunyai
karakteristik yang berbeda bila digunakan sebagai bahan adukan dalam beton.
Dengan alasan ini maka perlu diketahui sifat dan karakteristik masing-masing
material penyusun beton agar dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi kesalahan
pemilihan dan penggunaan material, sehingga dapat menghasilkan beton dengan
kekuatan karakteristik yang dikehendaki.
Semen
Semen
merupakan bahan pengikat dalam pembuatan beton. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika
ditambah agregat halus, pasta akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan
dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras
akan menjadi beton keras (hardened
concrete). Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat
hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara
butiran agregat.
Semen
merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan
yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : semen
non-hidrolik dan semen hidrolik.
Semen
non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat
mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Semen
hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh
semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozolland, semen terak,
semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.
A. Semen Portland
Semen
portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang
terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis,
yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan
tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Menurut SK.SNI T-15-1990-03 (Mulyono : 2003) semen Portland dibagi menjadi lima tipe, sebagai berikut :
1.
Semen Portland type I.
Dipakai untuk keperluan
konstruksi umum yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi
dan kekuatan tekan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air yang mengandung
sulfat 0, 0% – 0, 10 % dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman,
gedung-gedung bertingkat, perkerasan jalan, struktur rel, dan lain-lain
2.
Semen Portland type II.
Dipakai untuk konstruksi
bangunan dari beton massa yang memerlukan ketahanan sulfat ( Pada lokasi tanah
dan air yang mengandung sulfat antara 0, 10 – 0, 20 % ) dan panas hidrasi
sedang, misalnya bangunan dipinggir laut, bangunan dibekas tanah rawa, saluran
irigasi, beton massa untuk dam-dam dan landasan jembatan.
3.
Semen Portland type III. .
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi (cepat mengeras), misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan tingkat tinggi, bangunan-bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat.
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi (cepat mengeras), misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan tingkat tinggi, bangunan-bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat.
4.
Semen Portland type IV
Adalah tipe semen dengan panas hidrasi rendah. Semen tipe
ini digunakan untuk keperluan konstruksi yang memerlukan jumlah dan kenaikan
panas harus diminimalkan. Oleh karena itu semen jenis ini akan memperoleh
tingkat kuat beton dengan lebih lambat ketimbang Portland tipe I. Tipe semen
seperti ini digunakan untuk struktur beton masif seperti dam gravitasi besar
yang mana kenaikan temperatur akibat panas yang dihasilkan selama proses curing
merupakan faktor kritis.
5.
Semen Portland type V .
Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/ air yang mengandung sulfat melebihi 0,20 % dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir.
Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/ air yang mengandung sulfat melebihi 0,20 % dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir.
Selain semen Portland di atas, juga terdapat beberapa jenis semen lain yang
dapat digunakan, yaitu :
1.
Super Masonry Cement .
Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan gedung, jalan dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K 225. Dapat juga digunakan untuk bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick, Paving Block, tegel dan bahan bangunan lainnya.
Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan gedung, jalan dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K 225. Dapat juga digunakan untuk bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick, Paving Block, tegel dan bahan bangunan lainnya.
2.
Oil Well Cement, Class G-HSR ( High Sulfate
Resistance). .Merupakan semen Khusus yang digunakan untuk
pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah
permukaan laut dan bumi, OWC yang telah diproduksi adalah class G, HSR ( High
Sulfat Resistance) disebut juga sebagai ” BASIC OWC”. Adaptif dapat ditambahkan untuk pemakaian pada berbagai
kedalaman dan temperatur.
3.
Portland Composite Cement ( PCC). .
Semen memenuhi persyratan mutu portland Composite Cement SNI 15-7064-2004. Dapat digunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua beton. Struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan bangunan, beton pra tekan dan pra cetak, pasangan bata, Plesteran dan acian, panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng, potongan ubin, lebih mudah dikerjakan, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air dan permukaan acian lebih halus.
Semen memenuhi persyratan mutu portland Composite Cement SNI 15-7064-2004. Dapat digunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua beton. Struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan bangunan, beton pra tekan dan pra cetak, pasangan bata, Plesteran dan acian, panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng, potongan ubin, lebih mudah dikerjakan, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air dan permukaan acian lebih halus.
4.
Super ”Portland Pozzolan Cement” ( PPC). .
Semen yang memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzoland SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595 M-05 s. Dapat digunakan secara luas seperti:
- Konstruksi beton massa ( bendungan, dam dan irigasi). .
- Konstruksi Beton yang memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat (Bangunan tepi pantai, tanah rawa). .
- Bangunan / instalasi yang memerlukan kekedapan yang lebih tinggi.
- Pekerjaan pasangan dan plesteran.
Semen yang memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzoland SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595 M-05 s. Dapat digunakan secara luas seperti:
- Konstruksi beton massa ( bendungan, dam dan irigasi). .
- Konstruksi Beton yang memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat (Bangunan tepi pantai, tanah rawa). .
- Bangunan / instalasi yang memerlukan kekedapan yang lebih tinggi.
- Pekerjaan pasangan dan plesteran.
B. Bahan Dasar Semen Portland
Semen portland
yang dijual di pasaran umumnya terbuat dari 4 bahan, sebagai berikut:
1.
Batu
kapur (limestone) atau kapur (chalk) :
mengandung CaCO3
2.
Pasir
silika atau tanah liat :
mengandung SiO2danAI2O3
3.
Pasir
atau kerak besi :
mengandung Fe2O3
4.
Gypsum :
mengandung CaSO4H2O
C.
Senyawa
Utama Dalam Semen Portland
Tabel 2.3 Komposisi Senyawa Kimia Portland Semen
Oksida
|
Persen
|
Kapur CaO
Silika SiO2
Alumina Al2O3
Besi Fe2O3
Magnesia MgO
Sulfur SO3
Soda / Potash Na2O + K2O
|
60 – 65
17 - 25
3 – 8
0,5 – 6
0,5 – 4
1 -2
0,5 – 1
|
Sumber S. Mindesss, Francis Y. dan D.
Darwin,2003
2.2.2
Agregat
Agregat ialah butiran mineral alami
yang berfungsi sebagai bahan pengganti dalam campuran beton.
Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya mencapai 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya
sebagai pengganti, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga
karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat
beton. Dalam SNI T – 15 -1991 - 03 agregat didefenisikan sebagai material
granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang
dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat semen untuk membentuk beton
atau adukan.
Agregat yang digunakan dalam
campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum
agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat
halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4,80 mm (British Standard) atau 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya
lebih besar dari 4,80 mm (British Standard) dan 4,75 mm (Standar ASTM) dan agregat halus
adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (British Standard) dan 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat yang digunakan dalam beton biasanya lebih
kecil dari 40 mm.
A.
Jenis
Agregat
Agregat dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan
pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, tekstur permukaannya, dan
ukuran butir normal (gradasi). Berikut penjelasan mengenai pembagian
jenis-jenis agregat yang digunakan pada pencampuran beton.
1. Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Bentuk agregat
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi
batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk
agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun peledakan yang digunakan.
Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton
yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis
penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah:
a)
Agregat
bulat
Agregat ini
terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk
karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas
permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan agregat ini kurang cocok untuk
struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat.
b)
Agregat
bulat sebagian atau tidak teratur
Agregat ini
secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pengeseran
sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada
agregat ini lebih tinggi, berkisar pada 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih
banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat
ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat
belum cukup baik (masih kurang kuat).
c)
Agregat
bersudut
Agregat ini memiliki
sudut-sudut yang terlihat jelas, yang terbentuk di tempat-tempat perpotongan
bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar
38%-40%, sehingga membutuhkan pasta semen yang lebih banyak agar mudah
dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang
menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat).
d)
Agregat
panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh
lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya
lebih dari 9/5 dari ukuran rata-rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan
menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm
akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan
panjang jika ukuran terkecilnya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat
jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan
tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.
e)
Agregat
pipih
Agregat
disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan
tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik
untuk campuran beton mutu tinggi. Dikatakan pipih jika ukuran terkecilnya
kurang dari 3/5 ukuran rata-ratanya.
f)
Agregat
pipih dan panjang
Pada agregat
ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar dari pada lebarnya,
sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya.
2.
Jenis
Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaannya
Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan
yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan
permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya
dapat dibedakan sebagai berikut:
a)
Kasar
Agregat ini
dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan-bahan
berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.
b)
Berbutir
(granular)
Pecahan
agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam.
c)
Agregat
licin atau halus (glassy)
Agregat jenis
ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat berpermukaan
kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat
patahnya batuan (rocks) berbutir
halus atau batuan yang berlapis-lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat
ini akan menambah kekuatan gesekan antar pasta semen dengan permukaan butir
agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan
lebih rendah.
d) Kristalin (cristalline)
Agregat jenis
ini mengandung kristal-kristal yang tampak jelas dengan pemeriksaan visual.
e)
Berbentuk
sarang lebah (honeycombs)
Agregat ini
tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan
visual kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya.
3.
Jenis
Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal
Agregat dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat
alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter
butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
Dari ukiran butirannya,
agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat halus dan agregat
kasar.
a)
Agregat halus
Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengganti
dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos
saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal
dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).
Agregat halus yang digunakan harus memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah
terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun
spesifikasi tersebut adalah :
1.
Susunan
butiran (Gradasi)
Agregat halus
yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi
ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material oleh material lain,
sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan.
Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui
analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine
Modulus.
..........................(2.3)
Berdasarkan nilai Fine Modulus ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis
pasir yaitu :
a.
Pasir
kasar : 2,9 < FM < 3,2
b.
Pasir
sedang : 2,6 < FM < 2,9
c.
Pasir
halus : 2,2 < FM < 2,6
Selain
itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan SK-SNI-T-15- 1990-03. Batasan itu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4 Batasan Gradasi Untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM
|
Persentase berat yang lolos pada tiap saringan
|
9,5 mm (3/8 in)
|
100
|
4,76 mm (No.4)
|
95-100
|
2,36 mm (No.8)
|
80-100
|
2,1 mm (No.16)
|
50-85
|
0,595 mm (No.30)
|
25-60
|
0,300 mm (No.50)
|
10-30
|
0,150 mm (No.100)
|
2-10
|
Sumber SK-SNI-T-15-
1990-03 (Tjokrodimulyo 1996 : 22)
2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih
kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat
kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat harus dicuci.
3. Kadar liat tidak boleh melebihi 1%
(terhadap berat kering)
4. Agregat halus harus bebas dari
pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji
di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standar percobaan
Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No.3.
5. Agregat halus yang digunakan untuk
pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus, tidak boleh
mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang
jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau
beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,50%.
6. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan
larutan garam sulfat:
a.
Jika
dipakai Natrium-Sulfat, bagian yang
hancur maksimum 10%.
b.
Jika
dipakai Magnesium-Sulfat, bagian yang
hancur maksimum 15%.
b)
Agregat
Kasar
Agregat
harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari beragam butiran
yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang
besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Susunan butiran (gradasi)
Agregat kasar harus mempunyai susunan
butiran dalam batasan seperti yang terlihat pada tabel.
Tabel 2.5
Susunan Besar Butiran
Agregat Kasar
Ukuran lubang ayakan (mm)
|
Persentase lolos komulatif (%)
|
38,10
|
95 – 100
|
19,10
|
35 – 70
|
9,52
|
10 – 30
|
4,75
|
0 – 4
|
Sumber
ASTM,( 1991)
Persentase berat benda uji
yang tertahan di atas masing-masing saringan adalah :
..........................................(2.4)
2. Agregat kasar yang digunakan untuk
pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang
berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat
reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan
pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar
alkalinya tidak lebih dari 0,50% atau dengan penambahan yang bahannya dapat
mencegah pemuaian.
3. Agregat kasar harus terdiri dari
butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur
oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.
4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih
kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering).
Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat harus dicuci. Kadar lumpur dapat dihitung
dengan rumus :
Kadar lumpur = ((t2/( t2
– t1)) x 100%....................................................(2.5) Dimana :
t2 = tinggi kadar lumpur
t1 = tinggi pasir
5. Kekerasan butiran agregat diperiksa
dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat
berikut:
a. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi
9,5-19,1 mm lebih dari 24% berat.
b. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi
19,1-30 mm lebih dari 22% berat.
6. Kekerasan butiran agregat kasar jika
diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil
dari 50%.
Bahan-bahan lain yang mengganggu adalah bahan yang
menyebabkan terganggunya proses pengikatan pada beton serta pengerasan dan kuat
tekan beton. Selain alkali dan sulfat, bahan lainnya yang mengganggu pengerjaan
beton yang berasal dari agregat adalah lumpur. Lumpur tidak diijinkan dalam
jumlah banyak, untuk masing-masing agregat kadar lumpur yang diijinkan berbeda.
Kadar lumpur maksimal untuk agregat normal yang diijinkan SK SNI S-04-1989-F
untuk agregat halus (pasir) adalah 5%. Ada kecenderungan meningkatnya
penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika terdapat lumpur.
Lumpur tidak dapat menyatu dengan semen sehingga manghalangi penggabungan
antara semen dengan agregat. Pada akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang
karena tidak adanya saling mengikat. Untuk itu perlu diupayakan penelitian yang
berkaitan dengan usaha mendapatkan mutu beton yang tinggi dengan menggunakan
material yang baik terutama agregat halus.
2.2.3
Air
Air merupakan bahan dasar pembuatan
beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai
bahan pelumas antar butir-butiran agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan.
Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah
mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah
serta betonnya akan porous.
Air yang digunakan sebagai campuran
harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau
bahan lainnya yang dapat merusak beton. Dalam pemakaian air untuk beton
sebaiknya air memenuhi syarat berikut:
a.
Tidak
mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b.
Tidak mengandung
garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih
dari 15 gram/liter.
c.
Tidak
mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d.
Tidak
mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Untuk
air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi
harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan
beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran
atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.
2.24 Limbah Bangunan (Beton)
Limbah secara umum didefinisikan
sebagai subtansi atau suatu obyek dimana pemilik punya keinginan untuk membuang. Sedangkan limbah
konstruksi didefinisikan sebagai
material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari proses konstruksi,
perbaikan atau perubahan. Atau barang
apapun yang diproduksi dari proses ataupun suatu ketidaksengajaan yang tidak
dapat langsung dipergunakan pada tempat
tersebut tanpa adanya suatu perlakuan lagi.
Akan tetapi dalam penelitian yang akan dilakukan ini
hanya menggunakan limbah bangunan sisa kontruksi yang bersifat beton, yakni
campuran beton yang terdiri dari aggregat halus, aggregat kasar serta
pengikatnya, serta tidak menggambil sisa-sisa kontruksi seperti kayu, besi,
seng, bata, genteng dan sejenisnya.
Terdapat
3 jenis komposisi limbah yang ditemukan dalam konstruksi yaitu material yang
dapat didaur ulang (recycleable),
limbah berbahaya (hazardous), dan
limbah yang akan dibuang ketempat pembuangan akhir (landfill material). Komposisi limbah konstruksi dikategorikan
dengan berbagai cara, tergantung bagaimana cara memandang limbah tersebut.
1. Tipe struktur (bangunan tempat
tinggal, industri dan komersil).
2. Ukuran struktur (low risebuilding, high rise building).
3. Aktifitas yang sedang dilakukan
(konstruksi, renovasi, perbaikan, perubuhan). Faktor lain yang mempengaruhi banyaknya limbah
konstruksi adalah :
besarnya proyek yang dikerjakan
keseluruhan, lokasi proyek (dilaut, didarat, digunung, dikota, pinggiran),
material yang digunakan dalam konstruksi, metode yang digunakan, penjadwalan,
dan metode penyimpanan material
2.3
PERENCANAAN CAMPURAN (MIX DESIGN)
Tujuan utama mempelajari sifat-sifat beton adalah untuk perencanaaan
campuran (Mix Design), yaitu
pemilihan bahan-bahan beton yang memadai, serta menentukan proporsi
masing-masing bahan untuk menghasilkan beton ekonomis dengan kualitas yang
baik. Dalam penelitian ini, Mix Design
dilaksanakan dengan menggunakan metode ACI (American Concrete Institute).
Secara garis besar langkah perhitungan Mix Design dengan
metode ACI dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Faktor air semen
2. Nilai slump
3. Besar butir agregat maksimum
4. Kadar air bebas
5. Proporsi agregat
6. Berat jenis agregat gabungan dan
Menghitung proporsi campuran beton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar