berbagidotkom blognya Muhammad Asri, ST

Sabtu, 09 Agustus 2014

[SKRIPSI PROPOSAL] “Pemanfaatan Limbah Bangunan Sebagai Pengganti Agregat Halus Dalam Campuran Beton”



BAB I
PENDAHULUAN
 Pelaksanaan pembangunan yang senantiasa dilaksanakan berakibat pada meningkatnya kebutuhan akan konstruksi, seperti jalan dan jembatan, perumahan atau gedung. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan sering dipakai adalah beton. Penggunaan beton merupakan pilihan utama karena beton merupakan bahan dasar yang mudah dibentuk dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya.

Semakin meluasnya penggunaan beton dan makin meningkatnya skala pembangunan menunjukkan juga semakin banyak kebutuhan beton di masa yang akan datang, sehingga mempengaruhi perkembangan teknologi beton dimana akan menuntut inovasi-inovasi baru mengenai beton itu sendiri. Dalam bidang rekayasa material, para ilmuan terus melakukan penelitian dan inovasi, termasuk bahan bangunan terutama komponen struktur.
Kebutuhan akan penggunaan beton semakin lama semakin meningkat, hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk, dengan demikian kebutuhan akan bahan baku semen dan material campuran lainnya seperti agregat kasar, agregat halus, serta bahan tambahan lainnya akan meningkat pula.
 Sebagai bahan pembuatan beton, pemilihan akan bahan-bahan yang digunakan sangat penting terutama untuk memperoleh mutu beton dengan sifat-sifat khusus yang diinginkan untuk tujuan tertentu dengan cara yang paling ekonomis. Penggunaan bahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan sifat yang diinginkan. Bahan tambahan tersebut ditambahkan kedalam campuran beton atau mortar, dan dengan adanya bahan tambahan ini diharapkan beton yang dihasilkan bisa lebih baik.
Maka dari itu  pemanfaatan  limbah bangunan ini  sangat  perlu  dilakukan.  Limbah bangunan ini bisa menjadi alternatif pilihan bagi kita untuk dapat memanfaatkan limbah bangunan sebagai agregat halus, pengganti pasir.
Dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi mengenai hal tersebut diatas maka penerapan konsep ilmu Teknik terutama Jurusan Sipil juga perlu mengambil bagian-bagian dalam pemanfaatan dan pengolahan limbah yang dihasilkan oleh bangunan, biasanya hanya digunakan untuk timbunan yang semakin hari semakin meningkat, dalam hal ini penulis mengambil satu bagian pemanfaatan limbah bangunan dengan melakukan penilitian terhadap Pemanfaatan limbah Bangunan Sebagai Pengganti Agregat Halus Dalam Campuran Beton
Di dalam alur konstruksi sangat diperlukan beton yang memiliki kekuatan tekan yang baik, elastisitas yang baik dan kekuatan yang tinggi sehingga sulit dikerjakan. Untuk itu pemakaian limbah beton dapat dikembangkan dalam alur konstruksi tersebut. Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan limbah bangunan tersebut pada beton sebagai subtitusi agregat halus sehingga didapatkan beton yang lebih ekonomis.
Adapun rumusan masalah dari penelitian adalah:
a)      Bagaimana pengaruh penambahan sampel limbah bangunan ke dalam campuran beton.
b)      Seberapa besar nilai kuat tekan beton setelah aggregat halus diganti dengan limbah bangunan.
Tujuan penelitian ini adalah :
a)      Dilakukan untuk  memperbaiki sifat-sifat beton sesuai dengan keinginan, sehingga diperoleh beton dengan mutu yang baik.
b)      Memberikan alternatif pengganti yang berasal dari limbah bangunan (beton)
c)      Untuk mengamati pengaruh penambahan agregat halus sebagai bahan pengganti terhadap kuat tekan beton dengan FAS 0,5. Hasil dari penilitian akan dibandingkan dengan kuat yang timbul pada beton yang menggunakan agregat normal.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a)      Pengujian fisik dan mekanik pada beton setelah beton berumur pada 7,14,21 dan 28 hari.
b)      Mutu beton yang direncanakan K-225
c)      Pengujian penelitian hanya di lakukakan pada kuat tekan beton dengan sampel kubus ukuran 15x15x15 cm.
d)     Metode perancangan material yang diteliti menggunakan metode ACI (American Concrete Institute).
e)      Bedasarkan syarat beton dengan kekuatan menengah (moderate-Strength Concretes) dengan nilai masa jenis 800 – 1440 kg/m3 dengan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 Mpa.






























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Tinjauan pustaka bertujuan untuk membentuk kerangka teori dan konsep dasar dalam menentukan metode penyelesaian yang merupakan anggapan dasar rumus-rumus dan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

2.1              BETON
Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar, dengan menambahkan semen yang berfungsi sebagai perekat bahan susun beton dan air sebagai bahan pengikat pada reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar disebut sebagai bahan susunan kasar pencampuran merupakan komponen utama beton. Nilai kuat tekan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak factor, diantaranya fas dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran dan kondisi perawatannya. Jika diperlukan, bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan.
Beton memiliki kelebihan dan kekurangan menurut (Tjokrodimuljo, 1996)  antara lain sebagai berikut :
Kelebihan Beton :
1.        Harganya relatif murah.
2.        Mampu memikul beban yang berat.
3.        Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi, sehingga pekerjaan lebih ekonomis karena beton dapat dicetak di lokasi konstruksi.
4.        Biaya pemeliharaan atau perawatannya relatif  kecil, dimana perawatannya sendiri terbilang mudah.
5.        Material campuran pembentuk beton mudah didapatkan dipasaran.
Kekurangan Beton :
1.        Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. oleh karena itu perlu diberi baja tulangan.
2.        Beton kerap menyusut dan mengembang karena adanya faktor perubahan suhu.
3.        Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
4.        Bentuk yang telah dibuat sulit untuk diubah, karena beton yang sudah kering bersifat kaku dan proses pelaksanaan pekerjaannya membutuhkan ketelitian yang tinggi.
Menurut Dobrowolski (Nely Wahyuni : 2010), pembagian beton menurut penggunaan dan persyaratan dibagi tiga yaitu:
a.    Beton dengan berat jenis rendah (Low Density  Concretes) dengan nilai massa jenis 240 – 800 kg/m³ dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa.
b.    Beton dengan kekuatan menengah (Moderate-Strength Concretes) dengan nilai massa jenis 800 – 1440 kg/m³ dan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 MPa.
c.    Beton struktur (Structural Concrete) dengan nilai densitas 1440 – 1900 kg/m³ dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.

2.1.1.      Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras, dan umumnya dipertimbangkan dalam perencanaan campuran beton. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa dan untuk memproduksi beton kuat tinggi tersebut umumnya dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium (Dipohusodo, 1994). Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing), usia beton ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton.
Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :
f’c = .............................................................................................(2.1)

dimana :
f’c   =   kekuatan tekan (kg/cm2),
P     =   Besar beban yang bekerja (kg),
A    =   Luas penampang benda uji (cm2).
            Berdasarkan PBI 71 Bagian 3, Bab 4 Pekerjaaan Beton bahwa kekuatan tekan beton pada berbagai umur benda uji adalah, seperti tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan Kekuatan pada berbagai benda uji.
Benda Uji
Perbandingan Kekuatan Tekan
Kubus 15x15x15 cm
1.00
Kubus 20x20x20 cm
0.95
Silinder 15x30 cm
0.83
Sumber : Dipohusodo, 1994

2.1.2        Faktor Air Semen
            Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Duff dan Abrams (1919) meneliti hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji kubus yang dapat dilihat pada gambar 2.1.
            Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia tambahan (Chemical Admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan. Hubungan antara Faktor Air Semen (FAS) dengan kuat tekan beton secara umum dapat ditulis dengan rumus yang diusulkan Duff Abrams (1919) dalam Samekto dan Rahmadiyanto (2001), sebagai berikut :
 .....................................................................................................(2.2)
dimana :
fas   =   faktor air semen
w    =   air
c      =   semen


Umur/waktu (hari)
 



















Gambar 2.1 Hubungan antara Faktor Air Semen dengan kekuatan beton selama masa  perkembangannya.
 Sumber :Teknologi Beton  Ir. Tri Mulyono, M.T :43.

2.1.3        Umur Beton
            Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu  beton mencapai umur 7, 14, 21 dan 28 hari.  Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.2). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88%  - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

Tabel 2.2 Perbandingan Kuat Tekan Beton Pada Berbagai Umur
Umur beton (hari)
3         7          14         21        28        90     365
Semen Portland biasa
0,40    0,65      0,88     0,95     1,00     1,20    1,35
Semen Portland dengan kekuatan awal yang tinggi
0,55    0,75      0,90     0,95     1,00     1,15    1,20
(Sumber : PBBI 1971)











Gambar 2.2 Hubungan antara umur dan kuat tekan beton
Sumber Teknologi Beton Ir. Tri Mulyono M.T : 35 (2004).

2.2              BAHAN PENYUSUN BETON
            Material penyusun pada beton  terdiri dari semen, agregat kasar, agregat halus, dan air. Semua bahan-bahan diatas mempunyai karakteristik yang berbeda bila digunakan sebagai bahan adukan dalam beton. Dengan alasan ini maka perlu diketahui sifat dan karakteristik masing-masing material penyusun beton agar dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi kesalahan pemilihan dan penggunaan material, sehingga dapat menghasilkan beton dengan kekuatan karakteristik yang dikehendaki.

2.2.1        Semen

            Semen merupakan bahan pengikat dalam pembuatan beton. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete). Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.
            Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : semen non-hidrolik dan semen hidrolik.
            Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozolland, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.
A. Semen Portland
            Semen portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Menurut SK.SNI T-15-1990-03 (Mulyono : 2003) semen Portland dibagi menjadi lima tipe, sebagai berikut :
1.        Semen Portland type I.
Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air yang mengandung sulfat 0, 0% – 0, 10 % dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, perkerasan jalan, struktur rel, dan lain-lain
2.        Semen Portland type II.
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa yang memerlukan ketahanan sulfat ( Pada lokasi tanah dan air yang mengandung sulfat antara 0, 10 – 0, 20 % ) dan panas hidrasi sedang, misalnya bangunan dipinggir laut, bangunan dibekas tanah rawa, saluran irigasi, beton massa untuk dam-dam dan landasan jembatan.
3.        Semen Portland type III.                                     .                                          
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi (cepat mengeras), misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan tingkat tinggi, bangunan-bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat.
4.                                                 Semen Portland type IV
Adalah tipe semen dengan panas hidrasi rendah. Semen tipe ini digunakan untuk keperluan konstruksi yang memerlukan jumlah dan kenaikan panas harus diminimalkan. Oleh karena itu semen jenis ini akan memperoleh tingkat kuat beton dengan lebih lambat ketimbang Portland tipe I. Tipe semen seperti ini digunakan untuk struktur beton masif seperti dam gravitasi besar yang mana kenaikan temperatur akibat panas yang dihasilkan selama proses curing merupakan faktor kritis.
5.        Semen Portland type V                                      .
Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/ air yang mengandung sulfat melebihi 0,20 % dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir.
Selain semen Portland di atas, juga terdapat beberapa jenis semen lain yang dapat digunakan, yaitu :
1.        Super Masonry Cement                            .
Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan gedung, jalan dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K 225. Dapat juga digunakan untuk bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick, Paving Block, tegel dan bahan bangunan lainnya.
2.        Oil Well Cement, Class G-HSR ( High Sulfate Resistance).                          .Merupakan semen Khusus yang digunakan untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah permukaan laut dan bumi, OWC yang telah diproduksi adalah class G, HSR ( High Sulfat Resistance) disebut juga sebagai ” BASIC OWC”. Adaptif dapat ditambahkan untuk pemakaian pada berbagai kedalaman dan temperatur.
3.        Portland Composite Cement ( PCC).                                          .
Semen memenuhi persyratan mutu portland Composite Cement SNI 15-7064-2004. Dapat digunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua beton. Struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan bangunan, beton pra tekan dan pra cetak, pasangan bata, Plesteran dan acian, panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng, potongan ubin, lebih mudah dikerjakan, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air dan permukaan acian lebih halus.
4.        Super ”Portland Pozzolan Cement” ( PPC).                               .
Semen yang memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzoland SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595 M-05 s. Dapat digunakan secara luas seperti:
-    Konstruksi beton massa ( bendungan, dam dan irigasi).                       
.
-    Konstruksi Beton yang memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat             (Bangunan tepi pantai, tanah rawa).                             
.
-    Bangunan / instalasi yang memerlukan kekedapan yang lebih tinggi.
-    Pekerjaan pasangan dan plesteran.

B. Bahan Dasar Semen Portland
            Semen portland yang dijual di pasaran umumnya terbuat dari 4 bahan, sebagai berikut:
1.        Batu kapur (limestone) atau kapur (chalk)     : mengandung CaCO3
2.        Pasir silika atau tanah liat                               : mengandung SiO2danAI2O3
3.        Pasir atau kerak besi                                       : mengandung Fe2O3
4.        Gypsum                                                          : mengandung CaSO4H2O

C.  Senyawa Utama Dalam Semen Portland

Tabel 2.3 Komposisi Senyawa Kimia Portland Semen
Oksida
Persen
Kapur CaO
Silika SiO2
Alumina Al2O3
Besi Fe2O3
Magnesia MgO
Sulfur SO3
Soda / Potash Na2O + K2O
60 – 65
17 - 25
3 – 8
0,5 – 6
0,5 – 4
1 -2
0,5 – 1
  Sumber S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin,2003
2.2.2        Agregat
            Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengganti dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya mencapai 60%-70%  dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengganti, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton. Dalam SNI T – 15 -1991 - 03 agregat didefenisikan sebagai material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat semen untuk membentuk beton atau adukan.
            Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4,80 mm (British Standard) atau 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,80 mm (British Standard) dan 4,75 mm (Standar ASTM) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (British Standard) dan 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat yang digunakan dalam beton biasanya lebih kecil dari 40 mm.

A.                Jenis Agregat
            Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, tekstur permukaannya, dan ukuran butir normal (gradasi). Berikut penjelasan mengenai pembagian jenis-jenis agregat yang digunakan pada pencampuran beton.
1.    Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun peledakan yang digunakan.
Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah:
a)         Agregat bulat
Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat.
b)        Agregat bulat sebagian atau tidak teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pengeseran sehingga permukaan atau sudut­-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, berkisar pada 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).
c)         Agregat bersudut
Agregat ini memiliki sudut-sudut yang terlihat jelas, yang terbentuk di tempat-tempat perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar 38%-40%, sehingga membutuhkan pasta semen yang lebih banyak agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat).
d)       Agregat panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata-rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecilnya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.
e)         Agregat pipih
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dikatakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata-ratanya.
f)         Agregat pipih dan panjang
Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar dari pada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya.
2.    Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaannya
Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:
a)         Kasar
Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.
b)        Berbutir (granular)
Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam.
c)        Agregat licin atau halus (glassy)
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat berpermukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat ini akan menambah kekuatan gesekan antar pasta semen dengan permukaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah.
d)       Kristalin (cristalline)
Agregat jenis ini mengandung kristal-kristal yang tampak jelas dengan pemeriksaan visual.
e)        Berbentuk sarang lebah (honeycombs)
Agregat ini tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya.
3.    Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
Dari ukiran butirannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat halus dan agregat kasar.
a)       Agregat halus
Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengganti dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).
       Agregat halus yang digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah :
1.                                                        Susunan butiran (Gradasi)
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material oleh material lain, sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus.

 ..........................(2.3)

Berdasarkan nilai Fine Modulus ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis pasir yaitu :
a.       Pasir kasar        : 2,9  < FM < 3,2
b.      Pasir sedang     : 2,6 < FM < 2,9
c.       Pasir halus        : 2,2 < FM < 2,6
      Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan SK-SNI-T-15- 1990-03. Batasan itu dapat dilihat pada tabel berikut:

   Tabel 2.4 Batasan Gradasi Untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM
Persentase berat yang lolos pada tiap saringan
9,5 mm (3/8 in)
100
4,76 mm (No.4)
95-100
2,36 mm (No.8)
80-100
2,1 mm (No.16)
50-85
0,595 mm (No.30)
25-60
0,300 mm (No.50)
10-30
0,150 mm (No.100)
2-10
    Sumber SK-SNI-T-15- 1990-03 (Tjokrodimulyo 1996 : 22)
2.     Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat harus dicuci.
3.     Kadar liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering)
4.     Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standar percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No.3.
5.     Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,50%.
6.     Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat:
a.          Jika dipakai Natrium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.
b.         Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 15%.

b)      Agregat Kasar
       Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari beragam butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.      Susunan butiran (gradasi)
Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batasan seperti yang terlihat pada tabel.

       Tabel 2.5 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar
Ukuran lubang ayakan (mm)
Persentase lolos komulatif (%)
38,10
95 – 100
19,10
35 – 70
9,52
10 – 30
4,75
0 – 4
Sumber ASTM,( 1991)

Persentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing saringan adalah :
..........................................(2.4)
2.      Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,50% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
3.      Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.
4.      Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat harus dicuci. Kadar lumpur dapat dihitung dengan rumus :

   Kadar lumpur = ((t2/( t2 – t1)) x 100%....................................................(2.5)   Dimana :
          t2 = tinggi kadar lumpur
t1 = tinggi pasir
5.      Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:
a.    Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19,1 mm lebih dari 24% berat.
b.    Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1-30 mm lebih dari 22% berat.
6.      Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.
Bahan-bahan lain yang mengganggu adalah bahan yang menyebabkan terganggunya proses pengikatan pada beton serta pengerasan dan kuat tekan beton. Selain alkali dan sulfat, bahan lainnya yang mengganggu pengerjaan beton yang berasal dari agregat adalah lumpur. Lumpur tidak diijinkan dalam jumlah banyak, untuk masing-masing agregat kadar lumpur yang diijinkan berbeda. Kadar lumpur maksimal untuk agregat normal yang diijinkan SK SNI S-04-1989-F untuk agregat halus (pasir) adalah 5%. Ada kecenderungan meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika terdapat lumpur. Lumpur tidak dapat menyatu dengan semen sehingga manghalangi penggabungan antara semen dengan agregat. Pada akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang karena tidak adanya saling mengikat. Untuk itu perlu diupayakan penelitian yang berkaitan dengan usaha mendapatkan mutu beton yang tinggi dengan menggunakan material yang baik terutama agregat halus.
2.2.3        Air
            Air merupakan bahan dasar pembuatan beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butiran agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya akan porous.
            Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton. Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat berikut:
a.         Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b.        Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c.         Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d.        Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
            Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

2.24     Limbah Bangunan (Beton)
            Limbah secara umum didefinisikan sebagai subtansi atau suatu obyek dimana pemilik punya  keinginan untuk membuang. Sedangkan limbah konstruksi  didefinisikan sebagai material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau perubahan. Atau  barang apapun yang diproduksi dari proses ataupun suatu ketidaksengajaan yang tidak dapat  langsung dipergunakan pada tempat tersebut tanpa adanya suatu perlakuan lagi.
            Akan tetapi dalam penelitian yang akan dilakukan ini hanya menggunakan limbah bangunan sisa kontruksi yang bersifat beton, yakni campuran beton yang terdiri dari aggregat halus, aggregat kasar serta pengikatnya, serta tidak menggambil sisa-sisa kontruksi seperti kayu, besi, seng, bata, genteng dan sejenisnya.
            Terdapat 3 jenis komposisi limbah yang ditemukan dalam konstruksi yaitu material yang dapat didaur ulang (recycleable), limbah berbahaya (hazardous), dan limbah yang akan dibuang ketempat pembuangan akhir (landfill material). Komposisi limbah konstruksi dikategorikan dengan berbagai cara, tergantung bagaimana cara memandang limbah tersebut.
1. Tipe struktur (bangunan tempat tinggal, industri dan komersil).
2. Ukuran struktur (low risebuilding, high rise building).
3.  Aktifitas yang sedang dilakukan (konstruksi, renovasi, perbaikan, perubuhan). Faktor lain yang mempengaruhi banyaknya limbah konstruksi adalah :
besarnya proyek yang dikerjakan keseluruhan, lokasi proyek (dilaut, didarat, digunung, dikota, pinggiran), material yang digunakan dalam konstruksi, metode yang digunakan, penjadwalan, dan metode penyimpanan material
           
2.3              PERENCANAAN CAMPURAN (MIX DESIGN)
Tujuan utama mempelajari sifat-sifat beton adalah untuk perencanaaan campuran (Mix Design), yaitu pemilihan bahan-bahan beton yang memadai, serta menentukan proporsi masing-masing bahan untuk menghasilkan beton ekonomis dengan kualitas yang baik. Dalam penelitian ini, Mix Design dilaksanakan dengan menggunakan metode ACI (American Concrete Institute).
Secara garis besar langkah perhitungan Mix Design dengan metode ACI dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Faktor air semen
2.      Nilai slump
3.      Besar butir agregat maksimum
4.      Kadar air bebas
5.      Proporsi agregat
6.      Berat jenis agregat gabungan dan
Menghitung proporsi campuran beton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar